Sudah
jamak kita dengar, bahwa mereka yang rajin bersedekah maka hidupnya menjadi penuh berkah. Senada dengan hal tersebut, Komaruddin Hidayat
(2010) juga berpendapat, bahwa hidup akan terasa jauh lebih bermakna
dan bahagia ketika kita bisa berbagi, memberi, dan menolong orang
lain. Tapi anehnya, dalam perilaku sehari-hari kita sering mendapati
orang yang justru berperilaku sebaliknya, yakni selalu ingin meminta
dan menerima belas kasihan orang lain, istilah kerennya, taking
oriented personality. Orang yang berperilaku demikian, meskipun
berlimpah secara materi, tetapi hakekatnya ia miskin jiwa dan miskin
hatinya.
Kebalikan
dari hal di atas, disebut sebagai giving oriented personality
atau abundant personality, yaitu pribadi yang melimpah. Orang
yang berperilaku demikian, hidupnya menjadi kian bercahaya,
tercerahkan, dan dipenuhi oleh
rasa syukur. Karena ia dapat merasakan kebahagiaan secara melimpah, justru ketika ia bisa berbagi dan memberi orang lain – sekalipun pemberian itu tidak selalu berupa materi. Melalui hal tersebut, ia merasa hidupnya menjadi jauh lebih berharga dan bermakna. Inilah sumber kebahagiaannya.
rasa syukur. Karena ia dapat merasakan kebahagiaan secara melimpah, justru ketika ia bisa berbagi dan memberi orang lain – sekalipun pemberian itu tidak selalu berupa materi. Melalui hal tersebut, ia merasa hidupnya menjadi jauh lebih berharga dan bermakna. Inilah sumber kebahagiaannya.
Pertanyaannya
sekarang adalah kita berada pada posisi mana? Taking oriented
personality atau
giving oriented personality?
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, perlu kita menganalisa perilaku
sehari-hari diri kita sendiri. Apakah kita cenderung sering menuntut
ataukah sebaliknya, gemar memberi?
"Berilah kontribusi positif pada bawahan, atasan, atau
rekan sesama pekerja. Dengan berperilaku demikian bukan mustahil
berkah dan rahmat Tuhan akan melimpah pada kehidupan kita."
Dalam dunia kerja pun berlaku hal yang sama, bos sebagai pemilik atau orang yang bertanggungjawab atas perusahaan tidak selalu berada pada posisi giving oriented personality, meskipun ia memiliki otoritas penuh terhadap kebijakan perusahaan. Bahkan sering kita mendapati bos, yang cenderung menuntut hasil atas kinerja anak buah dengan menyepelekan hak dan kewajiban karyawannya. Alih-alih mengajari cara pencapaiannya, yang ada hanya marah-marah menyalahkan karyawan. Amatilah perilaku bos yang demikian, hidupnya selalu dalam tekanan, stres, gelisah, gampang marah, dan lain sebagainya. Inilah yang dimaksud oleh Komaruddin Hidayat sebagai orang yang miskin jiwa dan hatinya. Namun perlu disadari, bahwa tidak semua bos berperilaku demikian. Masih banyak bertebaran di muka bumi ini, bos atau atasan yang benar-benar tampil sebagai sosok abundant personality. Inilah figur pujaan anak buah.
Sebaliknya,
sebagai karyawan, tidak selamanya kita berada pada posisi taking
oriented personality. Oleh
karena itu hindari perilaku yang selalu menuntut pada atasan, kerja
asal-asalan, malas, sering membolos atau perilaku sejenisnya. Kita
harus sadar, sebagai seorang pekerja kita memiliki keterbatasan
terutama dalam masalah finansial, jadi kecenderungan kita untuk bisa
berbagi materi dengan orang lain sangat kecil kemungkinannya. Oleh
karenanya, lakukan saja yang terbaik sesuai dengan kapasitas kita di
perusahaan. Berilah kontribusi positif pada bawahan, atasan, atau
rekan sesama pekerja. Dengan berperilaku demikian bukan mustahil
berkah dan rahmat Tuhan akan melimpah pada kehidupan kita. Kerja jadi
lebih semangat, dan rezeki juga semakin melimpah.
Tak
percaya? Lakukan saja...!
Salam,
@kangwiguk
Silahkan tinggalkan komentar...
BalasHapusMasukan atau bahkan kritik dari Anda sangat berarti bagi saya.
Terima kasih..