Tiga hari sebelum kenaikan kelas, saya dipanggil oleh wali kelas.
Beliau mengatakan bahwa saya tidak mungkin naik ke kelas tiga. Sebelumnya saya
memang sudah bisa menebak peristiwa pahit itu. Saya pulang sampai lupa naik
sepeda.
Dari ujung jalan sudah tampak ibu
sedang menyapu di depan rumah. “Ada apa denganmu?” sapa ibu. Sesudah mengelak
dua-tiga kali, akhirnya saya mengakui 'dosa' itu. “Tahun ini saya tidak naik
kelas, Bu,” ujar saya pelan.
Ibu terdiam sejenak, tampak kaget.
Namun, kemudian ia meminta saya untuk memandang matanya. Di luar dugaan ibu
berkata, “Hadapi, Nak! Hadapi buah yang kau tanam sendiri.
Jangan lari!” Selain itu tidak sepatah kata pun yang berisi celaan terlontar
dari lisan beliau.
Sehari menjelang masuk sekolah pasca
libur panjang, ibu masuk ke kamar saya. Tentunya beliau sangat mengerti betapa
tidak mudahnya masuk sekolah dengan status 'tidak naik kelas'. Hanya satu kata
yang beliau katakan, “Hadapilah!”
Singkat cerita, berkat dukungan Sang
Ibu, anak itu berhasil melalui hari-hari berat di sekolahnya. Ia belajar
mati-matian untuk mengejar ketertinggalannya. Hari demi hari ia tenggelam
bersama buku-buku. Setahun kemudian, anak itu meraih nilai yang sangat
memuaskan. Bahkan sangat luar biasa, ia menduduki peringkat ke-8 se-Jakarta.
Lantas, siapakah anak yang hebat
itu? Dialah Sartono Mukadis,
seorang psikolog terkenal Indonesia.
Cerita di atas saya kutip dari salah
satu Rubrik Majalah Nurul Hayat, Edisi 109
Februari 2013: Islam Gue Banget.
Sartono Mukadis melalui
pengalaman yang disadur dalam cerita di atas telah memberi contoh yang sangat
luar biasa kepada kita. Bagaimana ia mampu membangun keyakinannya kembali,
mampu menyadari potensi yang ia miliki, bahwa
sesungguhnya ia adalah manusia terbaik yang diciptakan oleh Allah dengan segala
potensinya untuk menjadi khalifah (wakil) Allah
di muka bumi ini. Kegagalan tidak menjadikan ia terpuruk, malah sebaliknya, hal
itu ia jadikan sebagai tonggak sejarah kebangkitannya. Ia menyadari, bahwa
berputus asa terhadap sebuah kegagalan hanya akan menggugurkan hak-nya sebagai mahluk terbaik ciptaan Allah
SWT. Na'udzubillah.
Inilah pencapaian kesadaran tertinggi manusia.
Bahwa manusia hidup bukan sekedar hidup ala kadarnya, apa adanya, melainkan ada
tugas suci yang harus ia tunaikan sebagai hamba Allah yang diciptakan dengan
sebaik-baik bentuk.
“Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,” (QS.
At- Tin [95]: 4).
Inilah hakekat penciptaan manusia.
Sesungguhnya manusia telah dikaruniai dengan berkah kelahiran yang luar biasa
untuk berhasil di dalam apapun rencana keberhasilannya. Bahwa default factory setting,
cetakan dasarnya (baca: fitrah penciptaannya) semua manusia adalah untuk
berhasil. Sukses dunia-akherat. Namun
sayangnya, tidak semua manusia mampu menjaga fitrah-nya agar tetap berada
pada jalur lurus kesuksesannya.
Manusia lebih senang berimajinasi
dan membuat batasan-batasan kesuksesannya
sendiri. Padahal batasan-batasan kesuksesan itu
sejatinya tidak pernah ada. Batasan itu menjadi ada karena ditetapkan oleh
orang lain, terutama mereka yang telah gagal menembus batas kesuksesannya.
Maka berusahalah untuk selalu berjuang menembus batasan-batasan yang telah
dibuat oleh orang lain itu. Sepatutnya kata-kata berikut ini kita renungkan
bersama, “Bila ada orang yang meragukan keyakinan Anda akan suatu
kesuksesan, jangan pernah sekalipun Anda mendengarnya. Percayalah! Sesungguhnya
orang tersebut sedang mencari kawan untuk meratapi kegagalannya”.
Besar harapan saya, buku ini mampu
menjadi semacam papan petunjuk, peta jalan untuk menuju ke pintu gerbang
kesuksesan. Upaya untuk membangkitkan kesadaran kita kembali, bahwa
sesungguhnya manusia adalah mahluk luar biasa dengan segala potensinya. Dan
menyadari pula bahwa sesungguhnya Allah menghendaki kita untuk menjadi orang
sukses. Maka mulailah kesuksesan itu dari diri kita sendiri. Galilah kesuksesan
itu dari dalam diri Anda sendiri, sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Jalaludin Rumi[1], “Semua ada di dalam dirimu.
Mintalah melalui dirimu sendiri”.
Akhir kata, saya haturkan terima
kasih kepada para pembaca semua, semoga buku kecil ini memberi manfaat yang
berarti untuk kita semua. Amin. Kritik dan saran tetap akan selalu saya
nantikan demi perbaikan di masa yang akan
datang.
[1] Jalaludin Rumi mememiliki nama lengkap
Maulana Jalaluddin Rumi bin Hasin al Khatabi al-Bakri, atau pula lebih sering
disebut dengan nama Rumi. Beliau adalah seorang penyair sufi yang lahir di
Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 H atau 30
September 1207 M, salah satu karyanya yang terkenal adalah al-Masnawi
al-Maknawi, kumpulan puisi yang konon adalah sebuah revolusi terhadap ilmu
kalam yang kehilangan semangat dan kekuatan. Isinya juga mengkritik langkah dan
arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan
mengkultuskan rasio. (sumber: id.wikipedia.org)
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih, Anda telah berkunjung ke blog saya. Masukan, saran, dan kritik dari Anda sangat berarti bagi saya.
Silahkan tinggalkan komentar Anda di sini...